Prof. Bambang Hero Saharjo Diincar Lagi?

Perusahaan Pelaku Kebakaran Lahan di Perkebunan Sawit Serang Balik dengan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum yang Kedua Kalinya

AHLILINGKUNGANHUKUMKEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Robi Deslia Waldi

12/24/20232 min baca

Rabu 4 Januari 2024 Prof. Bambang Hero Saharjo, seorang Guru Besar Kehutanan di Institut Pertanian Bogor dan saksi ahli lingkungan hidup, kembali berada di pusat perhatian saat menerima surat resmi dengan nomor perkara 6/Pdt.G/2024/PN Cbi dari Pengadilan Negeri Cibinong. Surat tersebut menandakan dimulainya gugatan hukum oleh PT Jatim Jaya Perkasa (JJP), menghadapi tantangan kedua terkait kasus kebakaran hutan dan lahan.

"Saya menerima gugatan dengan tenang, meyakini bahwa keterangan ahli yang saya sampaikan sesuai dengan kaidah keilmuan di bidang kebakaran hutan dan lahan. Berkonsultasi dengan tim hukum dari KLHK, saya menanggapi dengan sikap profesional, tidak terburu-buru, melainkan menyelidiki setiap poin gugatan dengan cermat," ungkap Prof. Bambang.

Tanggal pendaftaran perkara pada Selasa, 02 Januari 2024, menunjukkan bahwa gugatan ini telah resmi didaftarkan di pengadilan, membuka babak baru dalam perjuangan hukum yang dihadapi oleh Prof. Bambang. Informasi lebih lanjut mengungkapkan bahwa sidang pertama perkara ini akan digelar pada Rabu, 17 Januari 2024, menjadi titik fokus yang dinantikan oleh pihak terlibat dan masyarakat.

"Meski dihadapkan pada gugatan, saya tidak akan surut sebagai seorang ahli. Pengalaman ini menjadi peluang untuk mengembangkan pengetahuan saya. Saya berkomitmen belajar dari setiap tahap perjalanan ini, menjadikannya batu loncatan untuk menjadi ahli yang lebih baik. Dengan sikap tahan uji dan semangat tumbuh, saya yakin dapat mengatasi tantangan ini dan tetap berdedikasi untuk membela lingkungan," tambahnya.

Kasus ini terkait dengan peran Prof. Bambang sebagai saksi ahli dalam kasus kebakaran hutan dan lahan yang melibatkan PT JJP. Sebelumnya, Mahkamah Agung telah memutuskan kasus ini pada 19 Oktober 2020 setelah proses peradilan melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Putusan tersebut, yang memberikan ganti rugi lingkungan dan pemulihan yang signifikan, telah berkekuatan hukum tetap.

Perjalanan kasus PT JJP dimulai pada 2016 ketika KLHK menggugat perusahaan tersebut. Pengadilan tingkat pertama memutuskan ganti rugi lingkungan sejumlah Rp7,1 miliar dan pemulihan sejumlah Rp22 miliar. KLHK mengajukan banding pada 2017 dengan tuntutan yang lebih besar, yaitu ganti rugi lingkungan sejumlah Rp119 miliar dan pemulihan sejumlah Rp371 miliar (total Rp490 miliar). Putusan banding ini dikabulkan oleh Pengadilan Tinggi.

Tak menerima putusan tersebut, PT JJP mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung pada 2018, tetapi upayanya ditolak. Meskipun begitu, perusahaan ini tidak menyerah dan mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Namun, KLHK memenangkan Peninjauan Kembali ini, mengukuhkan putusan yang memberikan harapan baru bagi pemulihan lingkungan hidup yang rusak di Riau.

Meskipun putusan hukum yang memberikan ganti rugi lingkungan dan pemulihan telah berkekuatan hukum tetap, hingga saat ini PT. Jatim Jaya Perkasa (JJP) belum membayar satu rupiah pun sebagai kewajiban mereka. Keputusan ini sejatinya telah menjadi tanggung jawab perusahaan untuk mengganti kerugian lingkungan yang disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan.

Parahnya, bukannya memenuhi kewajibannya, PT. JJP justru mengambil langkah yang kontroversial dengan menggugat ahli lingkungan hidup, Prof. Bambang Hero Saharjo, yang sebelumnya memberikan kesaksian sebagai saksi ahli. Sementara itu, operasional perusahaan terus berlanjut tanpa ada tindakan nyata dalam memenuhi kewajiban hukum yang telah dijatuhkan oleh pengadilan.

Keadaan ini mengundang keprihatinan terutama terkait kepatuhan perusahaan terhadap aturan dan keadilan. Belum adanya pembayaran kerugian lingkungan dari PT. JJP menciptakan keraguan akan penegakan hukum dan dampak nyata terhadap perusahaan yang melanggar norma-norma lingkungan. Peristiwa ini menegaskan perlunya peninjauan dan peningkatan sistem penegakan hukum yang dapat memastikan kepatuhan perusahaan terhadap putusan pengadilan dan perlindungan lingkungan yang lebih efektif.